
Pasalnya, pernyataan itu akan membuat partai-partai lain enggan berkoalisi dengan PDIP demi kepentingan Pilpres mendatang, sehingga PDIP berpotensi gagal mengusung capres sendiri, karena perolehan suaranya dalam Pileg kemarin kurang dari 20%. Sedangkan, Untuk dapat mengusung capres sendiri, harus memperoleh minimal 20% kursi di DPR atau memperoleh 25% suara nasional.
“Pernyataan itu akan membuat partai-partai lain berpikir dua kali untuk berkoalisi dengan PDIP, karena partai mana pun jika berkoalisi, pasti menginginkan kursi di kabinet,” jelas pengamat politik Amir Hamzah, Kamis (10/4/2014), di Jakarta.
Amir mengakui, keyakinan Jokowi dan PDIP bahwa PDIP dapat meraih 27,2 hingga 30% suara dalam Pileg, sehingga Jokowi berani mengulang-ulang pernyataannya itu, merupakan keyakinan yang tidak didasari oleh fakta yang berkembang di lapangan. Meski elektabilitas Jokowi sangat tinggi, fakta ternyata membuktikan kalau elektabilitas Jokowi itu tidak serta merta mendongkrak elektabilitas PDIP, sehingga berdasarkan hasil quick count atas pelaksanaan Pileg kemarin, PDIP hanya meraih 19% suara.
Seperti diberitakan sebelumnya, dengan dalih kalau sistem presidensial yang dianut Indonesia tidak mengenal kata koalisi atau oposisi, Jokowi mengatakan kalau ia tak akan bagi-bagi kursi kabinet jika dirinya terpilih menjadi presiden.
“Kalau ada partai mau gabung, selama platformnya sama, ayo. Tapi tidak dalam arti koalisi,” katanya.
Amir menambahkan, pernyataan Jokowi itu berpotensi membuat PDIP ditinggalkan oleh partai-partai lain, karena partai lain yang mendapat suara, yakni Golkar (14,3%), Gerindra (11,8%), Demokrat (9,6%), PKB (9,2%), Nasdem (6,9%), Hanura (5,5%), PKS (6,9%), PAN (7,5%), PPP (6,7%), PBB (1,6%) dan PKPI (1,1%) dapat saling berkoalisi. Bahkan partai-partai Islam, yakni PKS, PPP, PAN, PKB dan PBB dapat berkoalisi dan dapat mengusung capres sendiri karena total suara mereka lebih dari 30%. (Rhm/CITRAINDONESIA.COM)